TEACH : TAKE HAND, TOUCH HEART, OPEN MIND

Rabu, 26 Oktober 2011

GURU PAHLAWAN TANPA TANDA JASA 2

guru, pahlawan tanpa tanda jasa, adalah … (2)

Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu

Merujuk kalimat “Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru pada bait diatas, guru, pahlawan tanpa tanda jasa, adalah pribadi yang terpuji, buah dari konsistensi dan komitmen … .


Sugih tanpa bandha dan Weweh tanpa kelangan
Seorang guru selalu merasa 'kaya' dan tidak merasa 'miskin', meskipun secara manusiawi ia adalah manusia sebagai makhluk materialistis/keduniawian. ‘Kaya’ baginya tidak dinilai dari kekayaan materi, tetapi dari kekayaan hati, kekayaan ilmu. Bahkan kekayaan ilmu seorang guru adalah sugih tanpa handarbeni, kaya tanpa memiliki, karena ilmunya itu bukan untuk dirinya sendiri, tapi diperuntukkan bagi anak didiknya dalam menunaikan profesi keguruannya, dalam mendidik dan membelajarkan. Ia tidak harus menjaga ‘harta’nya, sebaliknya ‘harta’nya yang akan menjaganya. Ia tidak pernah merasa kehilangan atau berkurang ‘harta’nya, sebaliknya semakin ‘harta’nya diberikan kepada anak didiknya, semakin bertambah dan berkembang ‘harta’ tersebut dalam memberi manfaat bagi anak didiknya. Karena sekalipun memberikan ilmu pada anak didiknya, ilmu itu tidak akan hilang atau susut dari benaknya. Bahkan bertambah karena interaksi belajar dengan anak didiknya. Ia akan selalu member dan menerima.
‘Harta’nya adalah saham, modal, investasi, tabungan, deposito yang memberi manfaat langsung pada masa kekinian dan masa depannya, bagi dirinya sendiri juga bagi anak didiknya. ‘Harta’ yang akan memberi ketentraman hati dan pikiran. Yang akan menjadikannya sebagai orang yang sabar, ikhlas, tenang dalam menghadapi segala persoalan dan senantiasa bersyukur.


Digdaya tanpa aji
Manusia dikatakan digdaya apabila manusia tahan banting, pukulan, bacokan, dsb. Manusia dikatakan digdaya apabila memiliki kesaktian hasil dari melaksanakan 'laku' tertentu. Kesaktian digunakan manusia untuk membela diri atau menyerang apabila terjadi gangguan, ancaman, bahaya, serangan dari luar.
Seorang guru, walaupun tidak tahan bacokan, tidak memiliki kesaktian, tidak memiliki jimat/aji-aji, ia memiliki sifat dan perilaku yang baik, sehingga niscaya terhindar dari gangguan, ancaman, bahaya, serangan dari luar. Hidup bagi dirinya aman dan damai dan bagi orang lain member keamanan dan kedamaian. Tanpa ‘nglakoni’ dan jimat/aji-aji pun seorang guru sudah digdaya.


Nglurug tanpa bala
Seorang guru harus maju ‘perang’, dengan ‘peralatan perang’, sendiri tanpa 'pasukan'. Ia tidak harus sebagai kesatria atau pahlawan, ia hanya berketetapan hati “saya guru, saya harus ke sekolah”. Sekolah adalah medan perang sekaligus ladang amal dan medan jihadnya. Ia berangkat sendiri, membawa seperangkat buku, ilmu dan wawasan dalam otaknya sebagai ‘peralatan perang’ untuk menaklukkan lawan-lawannya, yaitu para anak didik yang siap ditaklukkan, yang menunggu dengan penasaran dan rasa ingin tahu, ilmu baru apa yang akan mereka terima dari sang guru. Bahkan, pada suatu ketika kemanapun seorang guru pergi, ia akan ketemu bekas-bekas anak didiknya. Mereka dimana-mana. Ia tidak akan pernah merasa sendirian, tanpa bala.


Menang tanpa ngasorake dan Landhep tanpa anglarani
Yang kalah tidak merasa dikalahkan, yang menang tidak merasa memenangkan, win win solution. Di kelas, seorang guru kadang ditanya atau didebat anak didiknya tentang kebenaran dalilnya, analisanya, sintesanya, evaluasinya dan verifikasinya. Ia harus dapat menjelaskan, membuktikan, menyampaikan data/fakta/ contoh, memberi argumen logis dan bisa diterima, sehingga anak didik tidak pernah merasa dikalahkan, sebaliknya merasa didampingi, dipandu, diarahkan, dibelajarkan, diberdayakan, didewasakan. Demikian juga bila sanggahan anak didik yang benar, guru tidak merasa malu atau dikalahkan, justru diuntungkan, karena menemukan kekurangannya. Ia menyadari bahwa guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar. Guru membelajarkan dan juga belajar.
Disarikan dari gegebengan RM Pandji Sosrokartono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar